Kamis, 28 Mei 2015

USIA PERKAWINAN

Menurut UUP No. 1 Tahun 1974, syarat-syarat materil darimperkawinan itu adalah : 1. Harus ada kehendak / kemauan bebas daricalon suami iastri (Pasal 6 ayat (1). Artinya adalah bahwa perkawinan harus didasarkan atas kehendak calon, dan bukan semata-mata kehendakorang lain(orang tua ,dsb.). dengan ini diharapkan bahwa tidak terjadi perkawinan yang dipaksakan. Perkawinan yang dipaksakan dapat menimbulkan kekurangharmonisan hubungan suami istri.dalam ketentuan ini juga diharapkan bahwa kedua calon suami isteri menyadari akibat-akibat yang timbul dari perkawinan dan sedapat mungkin mempersiapkan diri untuk itu 2. Harus ada izin dari orang tua/ wali bagi calon suami isteri yang berumur kurang dari 21 tahun (pasal 6 ayat (2) dan ayat (3). Izin dimaksudkan supaya orang tuaatau wali ikut mengetahui dan mempertimbangkan keputusan melangsungkan perkawinan yang dipilih calon mempelai. Dalam hal ini orang tua atau wali mempunyai kesempatan untuk mengkoreksi kembali keseriusan calon untuk melangsungkan perkawinan. Izin dari orang tua/wali juga dapat menghindari hal-hal lain yang munkin timbul diliar pengetahuan calon mempelai 3. Calon suami sekurang-kurangnya telah berumur genap 19 tahun dan calon isteri sekurang-kurangnya berumur genap 19 tahun ( pasal 7 ayat (1). Syarat umur ini berkaitan dengan kematangan fisik dan psikologis (emosi) dariclon suami isteri. Dengan batas umur yang seperti ini diharapkan calon mempelai sudah memiliki kematangan fisik yang dituntut dalam sebuah perkawinan. Perkawinan diharapkan melahirkan generasi baru yang sehat secara fisik.kesehatan pisik antara lain dipengaruhi oleh kematangan bibit, sedangkan kematangan bibit diperoleh dari umur atau usia. Calon mempelai juga harus mempunyai kematangan emosional sehingga dapat menyadari akibat-akibat dari perkawinan itu. 4. Antara calon suami isteri tidak terkena larangan kawin karena hubungan darah,semenda, susunan dan agama serta peraturan lain (Pasal 8). Hubungan darah ditandai dengan adanya satu garis keturunan dari nenek moyang yang sama. Orang-orang yang berhubungan darah dilarang melangsungkan perkawinan. Hubungan susunan didasarkan pada susu ( air susu ibu, asi)yang sama yang menjadi sumber hidup mereka. Karena susu (asi)memberi kehidupan, makaorang-orang yang sesusunan sama dengan mempunyai hubungan yang sama seperti hubungan darah, sehingga dilarang melangsungkan perkawinan. Demikian juga dilarang melangsungkan perkawinan antara mereka yang menurut hukum agama atau peraturan lain tidak diperbolehkan. 5. Salah satu pihak atau keduanya tidak sedang terikat perkawinan (Pasal 9).perkawinan yang dimaksud haruslah berlangsungantara orang-orang yang bebas dari ikatan perkawinan. Dengan demikian, perkawinan terjadi antara seorang laki-laki ( lajang,atau duda) dengan seorang wanita ( gadis,atau janda) ketentuan ini dikecialikan bagiseorang suami yang akan beristeri lebih dari Satu 6. Antara kedua calon suami isteri bukan perkawinan ketiga kalinya (Pasal10). Maksudnya adlaah bahwa calon suami isteri hendaknya bukanlah pasangan yang telah dua kali bercerai. Dengan ketentuan ini dimaksudkan bahwa perkawinan tidak untuk main-main, mencoba-coba, tetapi hubungan yang sakral. Oleh karena itu dibutuhkan pertimbangan yang matang dalam menempuh perceraian. 7. Bagi calon isteri harus melewati masa tunggu ( pasal 11). Masa tunggu ini ditujukan kepada calon isteri yang telah pernah kawin, lalu bercerai atau ditinggal mati suaminya. Tujuan dari syarat ini adalah supaya tidak terjadi kakacauan darah (percampuran darah) pada rahim isteri karena perkawinan sebelumnya. Dengan kata lain supaya dapat kawin lagi seorang calon isteri harus benar-benar bersih rahimnya Dengan syarat-syarat yang disebutkan diatas, UUP ini ingin menegaskan bahwa perkawinan merupakan suatu hubungan yang direncanakan terlebih dahulu dengan baik, didasari akibat-akibatnya sehingga tujuan perkawinan sebagaimana dimaksud pada pasal 1 UUPdapat tercapai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar